PENGERTIAN JPN
Istilah Jaksa Pengacara Negara (JPN) tidak terlepas dari ketentuan tentang kewenangan Kejaksaan Republik Indonesia sebagaimana tercantum dalam Pasal 30 ayat (2) Undang – Undang No. 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia, yang menyatakan bahwa : “Di bidang perdata dan tata usaha negara, kejaksaan dengan kuasa khusus dapat bertindak baik di dalam maupun di luar pengadilan untuk dan atas nama negara atau pemerintah”.
Kewenangan kejaksaan ini dijabarkan dalam Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 38 Tahun 2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kejaksaan Republik Indonesia (yang telah diubah dengan Perpres No. 29 Tahun 2016) Pasal 24 ayat (2) menyebutkan: “Lingkup bidang Perdata dan Tata Usaha Negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi penegakan hukum, bantuan hukum, pertimbangan hukum dan tindakan hukum lain kepada negara atau pemerintah, meliputi lembaga/badan negara, lembaga/instansi pemerintah pusat dan daerah, Badan Usaha Milik Negara/Daerah dibidang Perdata dan Tata Usaha Negara untuk menyelamatkan, memulihkan kekayaan negara, menegakkan kewibawaan pemerintah dan negara serta memberikan pelayanan hukum kepada masyarakat.
Peraturan Jaksa Agung Republik Indonesia Nomor: 006/A/JA/07/2017 tanggal 20 Juli 2017 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kejaksaan Republik Indonesia, menegaskan lagi dalam Pasal 444 yaitu lingkup bidang perdata dan tata usaha negara meliputi penegakan hukum, bantuan hukum, pertimbangan hukum dan tindakan hukum lain kepada negara atau pemerintah, meliputi lembaga atau badan negara, lembaga atau instansi pemerintah pusat dan daerah, Badan Usaha Milik Negara atau Daerah di bidang Perdata dan Tata Usaha Negara untuk menyelamatkan, memulihkan kekayaan negara, menegakkan kewibawaan pemerintah dan negara serta memberikan pelayanan hukum kepada masyarakat.
Dalam Pasal 32 UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001, disebutkan secara jelas mengenai istilah Jaksa Pengacara Negara ini, bahwa “dalam hal penyidik menemukan dan berpendapat bahwa satu atau lebih unsur tindak pidana korupsi tidak terdapat cukup bukti, sedangkan secara nyata telah ada kerugian keuangan negara, maka penyidik segera menyerahkan berkas perkara hasil penyidikan tersebut kepada Jaksa Pengacara Negara untuk dilakukan gugatan perdata atau diserahkan kepada instansi yang dirugikan untuk mengajukan gugatan”.
Kegiatan yang dapat dilaksanakan oleh Jaksa Pengacara Negara dalam Bidang Perdata dan Tata Usaha Negara (DATUN) sesuai dengan kewenangannya meliputi Bantuan Hukum, Pertimbangan Hukum, Pelayanan Hukum, Penegakan Hukum serta Tindakan Hukum Lain seperti misalnya bertindak sebagai mediator atau fasilitator dalam hal terjadi sengketa atau perselisihan antar lembaga negara, instansi pemerintah di pusat/daerah, BUMN/BUMD di bidang Perdata dan Tata Usaha Negara.